Jumat, 25 Juli 2014

Lagu

Beberapa tahun lalu waktu gue nyanyi Perahu Kertas, saat itu gue gak sadar dan gak ada maksud apa-apa. Makanya gue bingung saat lo tanya kapan gue bikin rekaman itu. Tapi gak lama dari situ gue akhirnya sadar. Lirik itu benar dan gue menyampaikannya tulus, untuk lo. Itu maksud pertanyaan lo?

Ku bahagia
Kau telah terlahir di dunia
Dan kau ada diantara milyaran manusia
Dan ku bisa dengan ragaku menemukanmu
(Perahu Kertas - Maudy Ayunda)

Lalu suara lo yang dikirim itu, anehnya hilang gak lama saat lo pergi lagi, padahal udah gue simpen.

Kini harus aku lewati
Sepi hariku tanpa dirimu lagi
Biarkan kini ku berdiri
Melawan waktu tuk melupakanmu
Walau pedih hati
Namun aku bertahan
(Akhir Cerita Cinta - Glenn Fredly)

Gue juga nanya pertanyaan yang lo ajukan ke gue. Kapan lo rekam? Beberapa hari lalu. Oke, gue gak berani berharap. Lagipula gue gak ngerti maksud lagunya.

Duh, tulisan gue cheesy banget. Tapi tiba-tiba aja keinget waktu barusan playlist hp gue muterin lagu tadi.

Selasa, 22 Juli 2014

Karemia #2

"Udah selesai? Gitu aja? Ga ada aksi tampar-tamparan dan ngelemparin minuman gitu?" Tanya Aldy sambil merangkul Mia begitu Mia ada di sebelahnya.

"Dan bikin malu diri gue sendiri di depan banyak orang? Nggak deh makasih."

"Lo udah janji ga bakal minum lagi, Mi." Kata Aldy lirih.

Langkah mereka tiba-tiba terhenti, Mia menatap mata Aldy nanar, "Gue gak mau ngambil resiko bakal ilang kontrol di situ, Al. Gue tadi berharap bisa ngeredam emosi gue dengan minuman itu. Dan berhasil kan?" Mia mulai berjalan lagi.

"Gue lebih seneng liat lo mempermalukan Ruben di depan orang-orang, tau? Lo tau gue ada di situ. Dan lo juga tau gue gak bakal ngebiarin lo, atau dia mempermalukan lo, Mi. Gue ga suka liat lo ngerusak diri lagi." Aldy membiarkan Mia masuk ke dalam mobilnya.

"Oh, please, Al. Tadi itu cuma bir. Dan gue cuma minum dua teguk. Gak bakal ada hal buruk yang terjadi akibat itu. Lo tau gue pernah minum yang lebih buruk dari bir." Jelas Mia saat mobil sudah berjalan.

Ya, Aldy tau. Sangat tau. Karena dialah yang memperkenalkan minuman-minuman itu pada Mia. Juga hal-hal buruk lainnya.

Empat tahun lalu, saat Mia naik ke kelas 12 dan Aldy baru saja lulus SMA, kejadian cukup buruk datang menghampiri Mia. Ibunya secara tiba-tiba meninggalkan rumah mereka. Mia yang tidak tau ada masalah apa jelas kebingungan. Ayahnya tidak bisa dan sepertinya juga memang tidak ingin menjelaskan apa-apa. Teman baiknya selama 6 tahun, yang diam-diam Mia cintai, cinta pertamanya, satu-satunya orang yang membuat Mia jatuh cinta, tiba-tiba menghilang. Tiba-tiba tidak perduli dengan keadaan Mia.

Laki-laki ini, Adri, juga bukannya tidak mencintai Mia. Bukan sekali dua kali Adri menyatakan perasaannya. Tapi selama itu pula Mia memberikan jawaban yang tidak pasti. Bisa dibilang, Mia menggantung Adri. Saat itu Mia belum ingin mempunyai status sebagai pacar Adri. Membingungkan memang. Tapi keadaannya ya seperti itu. Adri dan Mia tidak bersekolah di tempat yang sama. Kota pun berbeda. Mereka dekat sejak keduanya sama-sama di sekolah dasar. Saat SMA, Adri pindah ke Jakarta, sedangkan Mia tetap di Bogor. Dan saat Adri pindah, mereka berkomunikasi lewat telepon, sms, bbm, skype, dan sosial media lainnya. Hapir tiap akhir pekan Ardi mengunjungi Mia. Kadang Adri menjemput Mia lalu mereka ke Jakarta. Selalu seperti itu. Mereka juga sering bertengkar, dan tak jarang mereka bertingkah seperti pasangan kekasih.

Semuanya berakhir saat ibu Mia pergi dari rumah. Ibu yang selalu ada untuknya, yang selalu membimbingnya, hilang. Pertama kali Mia pulang sekolah dan mendapati ibunya tidak ada di rumah, ia kira ibunya sedang pergi sebentar, tapi hingga malam, hingga besok pagi, ibunya tidak pulang. Sejak saat itupun ayahnya jadi jarang pulang. Dalam tiga hari, ayahnya hanya sekali tidur di rumah. Saat Mia meminta penjelasan, besoknya tidak pulang. Baru pulang dua hari kemudian. Hingga akhirnya Mia lelah dan tidak berbicara lagi dengan ayahnya. Mia bolos sekolah selama seminggu untuk menunggu ibunya pulang ke rumah, yang tak pernah pulang.

Semua sms, telepon, chat-chat Adri tidak ada yang Mia hiraukan. Adri menghampiri Mia ke rumah, tidak dibukakan pintu, saat Adri menghampiri Mia di sekolah, Mia menghindar. Saat Mia sadar dia masih memiliki Adri, Adri menghilang.

Saat ibu dan ayah Mia, juga Adri menghilang, Mia bertemu Aldy di sekolah. Sekolah Aldy dulu, sekolah Mia saat itu. Meskipun Aldy dan Mia bersaudara jauh dan hanya berbeda satu tahun, mereka tidak begitu dekat. Bisa dibilang Aldy dan Mia sangatlah berbeda. Dari kecil Aldy sangat bandel. Dan itu berlanjut hingga lulus SMA. Setelah lulus SMA dan belum mendapatkan tempat kuliah, kerjaan Aldy hanya main, main, dan main.

Mia dan Aldy memang ngobrol di sekolah, tapi hanya sebatas itu. Dulu, kadang Aldy main ke rumah Mia. Kadang juga sebaliknya. Saat Mia kebetulan bertemu Aldy di sekolah, dan mereka mengobrol, Mia menceritakan kejadian yang baru dialaminya. Minus cerita tentang Adri. Sejak itu, Mia hampir selalu ikut dengan Aldy, mulai merokok, ikut balapan liar, minum minuman keras, dan hal-hal lain yang sebelumnya tidak pernah Mia bayangkan. Selama setahun Mia terkepung dalam dunia Aldy. Untung mereka tidak sampai mencoba narkoba. Aldy juga jadi sering menginap di rumah Mia, mencegah hal-hal lebih buruk terjadi pada Mia saat dia sedang tidak bersamanya.

Mia lulus dengan nilai yang sangat tidak memuaskan. Aldy sadar dia telah menjerumuskan saudarinya sendiri ke dalam dunianya. Aldy tidak perduli dirinya rusak, tapi tidak dengan Mia. Dia menyayanginya. Sedangkan Aldy sudah tidak menyayangi dirinya sendiri.

Aldy mulai meninggalkan dunia lamanya, ikut mengajak Mia kembali ke jalan yang benar. Perlahan Mia kembali menjadi dirinya sendiri. Memperbaiki kembali hubungan dengan ayahnya. Beruntung Mia diterima di salah satu perguruan tinggi di Malang, dan Aldy mengejar cita-citanya menjadi pilot. Karena kesibukan masing-masing, lama-lama mereka jadi jarang berkomunikasi, hingga tidak ada komunikasi sama sekali karena Aldy benar-benar tidak bisa dihubungi.

Setelah hampir tiga tahun tak bertemu, beberapa bulan lalu mereka bertemu di rumah kakek nenek mereka. Dan komunikasi mereka pun kembali lancar.

"Gimana kabar Papa, Mi?" Tanya Aldy saat mereka sudah memasuki apartemen Aldy dan memasukkan koper Mia ke kamar.

Aldy sekarang sedang menempuh pendidikan menjadi seorang pilot, dan menyewa apartemen di Jakarta untuk mempermudah dirinya.

"Baik, baik." Kata Mia sambil tiduran di sofa. "Lo kenapa gak ke Sidney aja sih, Al? Jadinya kan gue gausah bolak balik gini." Saat ini Mia sedang liburan kuliah, dan memutuskan untuk liburan bersama ayahya di Sidney. Tapi dia juga tidak ingin melewatkan liburan tanpa Aldy.

"Kalau lo mau beliin tiket pesawatnya sih gue gak keberatan, Mi. Eh, geser-geser." Aldy menggeser paksa Mia yang sedang selonjoran.

"Masa pilot gak bisa beli tiket pesawat? Kan gajinya gede." Mia akhirnya bersender pada Aldy.
"Gue tuh belum jadi pilot. Nanti kalau udah jadi pilot, baru deh." Aldy merangkul Mia dan mengelus rambut Mia.

"Nanti kalau lo udah jadi pilot, ajak gue jalan-jalan, ya? Tapi gratis." Kata Mia sambil terkekeh.

"Iya, tapi nanti kalau gue udah punya pesawat sendiri. Gue ajak lo keliling dunia." Jawab Aldy sok serius.

"Ah, kaya lo bakal punya pesawat sendiri aja sih, Al. Tapi gue doain kok, tenang aja. Asal kalau udah sukses, bagi-bagi ya?" Kata Mia sambil menepuk-nepuk bahu Aldy sok bijak lalu tertawa, Aldy juga.

"Lo ga sedih, Mi? Ga pengen nangis ngeraung-raung gitu? Kan baru putus? Diselingkuhin pula."
Mia menatap mata Aldy dengan mata disipitkan, "Enak aja. Dia tuh yang harusnya nangis karena udah kehilangan gue."

"Gak sedih gitu? Sedikitpun?" Tanya Aldy heran.

"Sedih, sih. Tapi lebih banyak keselnya. Udah ah ga usah bahas itu!" Jawab Mia sambil merengut lalu memejamkan matanya.

"Oke, oke." Aldy mengangkat kedua tangannya tanda menyerah. "Udah tidur sana."

Mia tidak menjawab juga tidak bergerak. Aldy akhirnya sadar bahwa Mia sudah tidur dalam pelukannya. Aldy tidak membangunkan Mia untuk memintanya tidur di kamar, dia justru mengelus rambut Mia perlahan dan membuatnya tidur lebih lelap.

Minggu, 20 Juli 2014

Still

Disebut apa keadaan ini? Saat seluruh keberanian benar-benar menguap. Hingga hal-hal paling kecil dan remeh pun terasa membahagiakan dan disyukuri.
Bisa melihat dia dari jauh pun sudah senang. Melihat mobilnya lewat, meskipun cuma sekian detik, juga sudah membahagiakan. Mendengar suaranya, meskipun jauh dan samar, sudah sangat melegakan.
Semuanya sanggup memupus sedikit rasa kangen dan melambungkam sedikit harapan, manakala objek pencarian itu masih sendirian atau bersama banyak orang tapi bisa dipastikan masih sendirian.
Halaman 168-169, Still-EstiKinasih

Babak kedua

Tanpa disadari berhenti di sini. Bab 19. Babak kedua.
Pertanda? Bukan. Ini cuma kebetulan. Tidak mungkin hal seperti ini bisa terjadi di dunia nyata.
Tapi banyak yang bilang, tidak ada yang tidak mungkin. Jadi, boleh sedikit berharap, kan? Sediikit saja.

Sabtu, 19 Juli 2014

Butuh atau ingin?

Selama ini gue sering mikir. Lebih baik diibutuhkan atau diinginkan? Dan sepertinya gue sudah mendapatkan jawaban. Pendapat ini datang dari diri gue, entah orang lain setuju atau nggak.
Dibutuhkan. Apa yang ada di benak kalian tentang kata itu? Dengan dibutuhkannya kita, kita merasa bahwa kita penting, jika tidak ada kita mungkin mereka susah untuk bertahan? Tapi pernahkah terpikirkan, bahwa orang yang membutuhkan kita itu sebenarnya, mungkin tidak menginginkan kita. Ya mereka butuh kita, tapi tidak sepenuhnya menginginkan kita. Bagaimana rasanya kalian ada di sebuah komunitas, mereka tidak suka sebenernya kalian ada di situ, ga ingin kalian ada di situ, tapi karna mereka butuh, ya kalian ada di situ. Menyedihkan? Ya ini cuma pendapat gue aja, sih. Mungkin dibutuhkan itu menyenangkan, entahlah.
Diinginkan. Kalau kita diinginkan oleh seseorang, dengan adanya kita, orang tersebut menjadi lebih baik, baik kita sebenernya dibutuhkan atau tidak oleh orang tersebut, senang? Tapi.. yah selalu ada tapi bukan? Coba bayangkan, dengan diinginkannya kalian, baik kalian dibutuhkan atau tidak, kesannya seperti... memaksa? Hak milik? Yah hal semacam itu.. seperti seorang artis, dia diinginkan oleh semua orang, dan saat sudah memilikinya, lalu apa? Dijadikan pajangan? Orang menginginkan kita untuk ada di sampingnya, untuk apa? Kita bahkan tidak dibutuhkan disitu.
Yaah kalau dilihat lihat ada enak ada nggaknya ya dari setiap pilihan. Yang paling menyenangkan ya diinginkan selaligus dibutuhkan. Tapi ini juga ada dua pilihan, butuh karna ingin atau ingin karna butuh? Karna menurut gue, kalau cuma hanya satu (dibutuhkan/diinginkan), hanya akan membuatnya tambah tidak seimbang. Tapi kadang kita memang tidak bisa memiliki segalanya.. dan kadang kita memang tidak perlu alasan untuk berada di sekitar orang yang kita sayangi.
Dan ini cuma pendapat gue personal ya, belum tentu bener.
Terimakasih ;)

Selasa, 15 Juli 2014

Hai, again

Oh well, hello. Ini mungkin pertama kalinya ada postingan lagi dari blog yang pernah gue bikin. Udah lumayan lama dari postingan terakhir, eh pertama gue. Sebelumnya kepikiran buat bikin blog baru, tapi karena udah lumayan banyak blog gue yang kosong dan isinya cuma postingan pertama aja, gue manfaatkan yang ada sekarang. Setelah tulisan ini, entah akan berlanjut seperti blog blog lainnya atau akan vakum kembali seperti blog blog gue sebelumnya. Seperti yang udah pernah gue sebutkan, nama gue Zulfah. Saat ini gue udah kuliah, di salah satu universitas negeri di kota kelahiran gue, Bogor. 
Oke, sedikit cerita, gue kuliah di jurusan yang sama sekali tak pernah terpikirkan bahwa gue akan menghabiskan masa kuliah disitu, walaupun cuma sedetik -oke ini lebay-. Tapi emang gitu kenyataannya. Gue pernah terpikir buat anak hukum, politik, teknik, jadi seorang akuntan, guru, musisi, penari, bahkan dokter. Tapi jurusan gue ini, ga pernah terpikir sebelumnya. Meskipun ada anggota keluarga gue yang sudah sukses dari bidang ini. Gue ambil jurusan pangan, tepatnya Program Keahlian Supervisor Jaminan Mutu Pangan. Jujur saja, dari smp gue udah bertekad buat hengkang dari kota ini saat kuliah nanti, niatan awal gue sih ke Jogjakarta, atau Bandung. Dan saat masa-masa akhir SMA, gue sangat sangat ingin kuliah di Malang. Tapi apa daya, gue tetap berada di kota tercinta ini sampe sekarang. Kalau ditanya apa sebenernya yang gue inginkan, gue ingin jadi seorang jurnalis dan hidup di dunia broadcasting. Gue juga ingin jadi seorang astronom. Dan ingin jadi seorang penulis. Yeah kalau diliat liat sih masih jauh dari seorang penulis ya, buat ngusrus blog sendiri aja ga pernah becus haha. Dan kenapa gue ga pernah kejar mimpi2 gue itu? Percaya deh, gue udah berusaha kok. Ketiga mimpi gue ini udah gue miliki mungkin dari SD, tentunya dengan perubahan2 keinginan dalam perjalanannya. Untuk jurnalis, gue udah mendaftar ke perguruan tinggi2 di indonesia, tapi sayangnya ga pernah satupun keterima. 
Untuk astronom, oke ini emang salah gue. Gue cinta sama luar angkasa, bintang, gimana planet2 tersusun, galaksi2 lain selain bimasakti, meteor, asteroid, dan yang lain tentunya. Sayangnya, untuk astronomi diperlukan pemahaman fisika yang sangat kuat, dan gue bener2 gasuka sama yang namanya fisika sejak SMA. Dan gue nyesel karena gapernah mencoba untuk masuk ke dunia astronom. Gue baru kepikiran sekarang, kalau gue udah cinta sama dunianya, rintangan apapun pasti bakal gue hadepin. Termasuk untuk mencintai fisika. 
Gue mendapatkan mata kuliah fisika di awal kuliah, ya walaupun masih dasar2nya, ternyata nggak seburuk itu kok. Nggak seburuk pikiran pikiran naif gue yang selalu mengatakan, 'Gue gamau masuk astronomi soalnya fisika semua, gue gabisa dan gasuka fisika'. Yaah, andaikan gue mau mencoba.. 
Untuk seorang penulis, jangan tanya udah berapa tulisan yang gue bikin tapi selalu berhenti di tengah atau bahkan awal cerita. Lihat, bahkan blog ini saja baru dibuka lagi setelah berapa lama coba? Yaah intinya sih gue harus selalu berusaha untuk mendapatkan apa yang gue mau. Karena jujur aja, sampe sekarang ya mimpi gue masih itu. Terus kenapa gue ga kejar mimpi2 gue itu sekarang? Untuk penulis, bisa sambil jalan dan sangat sangat berharap dapat terwujud suatu saat. Untuk jurnalis dan astronom, gimana ceritanya ya.. Gue tadinya ada niat buat ikut tes masuk perguruan tinggi dan berusaha buat mendapatkan apa yang gue mau, tapi ternyata setelah gue menjalani apa yang ada di hadapan gue satu tahun ini, gue cukup menikmatinya. Yah memang saat pelaksanaannya kadang masih gue jalani dengan setengah hati, tapi nggak jarang pula gue berpikir kalau ini emang udah buat gue. Emang udah jalannya disini. Kadang gue seneng saat kuliah sedang berlangsung. Mengetahui betapa banyaknya hal yang belum gue tau sebelumnya dan akhirnya tau. Kadang gue udah bener2 nyerah, ga sanggup lagi dan pengen ngelepas semuanya. Tapi orangtua gue udah berharap banyak dan gue rasanya ga mau ngecewain mereka. Dan yang terpenting kenapa gue gamau ngelepas yang sekarang adalah, gue mempunyai teman2 yang sangat menyenangkan. Gue ga rela untuk melepas mereka semua. Kalaupun gue pindah, gue harus memulai dari awal, mulai pertemanan baru, adaptasi kembali, itu semua bikin gue mikir dua kali sebelum meninggalkan apa yang udah gue pegang.
-Sekian, sampai jumpa lagi-