Senin, 27 Oktober 2014

Night Story

Awalnya, gue berfikir, kenapa harus kenal. Kenapa harus jadi teman. Kenapa harus jadi dekat. Kalau akhirnya jadi seperti ini. Rasanya lebih baik seperti dulu.

Banyangkan, untuk beberapa waktu (lebih dari hitungan bulan), memperhatikan seseorang yang sejak pertama kali melihatnya sudah menyita perhatian. Benar-benar pertama kali melihat. Sampai beberapa waktu itu, yang bisa dilakukan ya hanya memperhatikan, tidak lebih. Bisa berpapasan saja, senangnya luar biasa. Pertama kali bertukar kata, meskipun hanya minta sedikit bantuan, jangan tanya gimana rasanya.

Lalu akhirnya ada satu kesempatan, yang menjadikan harus bersama karena suatu keadaan. Awalnya biasa, tidak ada percakapan. Basa basi orang baru kenal. Setelah beberapa waktu, terjadi percakapan awal yang merubah segalanya. Membawa mimpi jadi kenyataan. Eh, belum. Belum kenyataan.

Saat masih mengamati diam-diam dulu, yang diharapkan hanya: kenal, jadi teman, bisa ngobrol. Saat itu terjadi, taulah seperti apa. Lalu keadaan menjadi, entah bagaimana terasa lebih dari itu. Mungkin hanya gue yang merasa ya.

Lalu munculah harapan baru itu. Saat harapan itu muncul, harapan yang terlalu kuat sebenarnya, semua menjadi berjalan tidak seperti yang diharapkan.

Semuanya seperti berhenti dan tidak ada lagi kata-kata yang melebihi apa yang seorang teman katakan. Tidak ada lagi pertanyaan-pertanyaan yang menunjukan sikap perhatian.

Kali ini, tidak lagi berani berharap. Cukup sekali saja masa-masa itu terjadi. Berharap sesuatu yang tidak pasti. Apapun yang dilakukannya, mencoba untuk membiarkan dan tidak memikirkannya. Sulit memang. Sangat sulit malah. Tapi cukup sekali saja gue merasakan hari-hari penuh penantian tidak jelas. Perasaan dan pikiran yang hanya terpusat padanya. Gue mencoba untuk melepaskan. Dan sedikit banyak berhasil. Mudah-mudahan.

Sekarang gue bersyukur dengan apa yang terjadi. Bisa kenal, bisa berteman, bisa dekat, itu sudah lebih dari cukup. Tidak perlu merubah keadaan ini.

Kalaupun memang apa yang pernah terjadi adalah benar, apa yang gue rasakan benar, bukan hanya rasa gue sendiri, dan kalau kita memang seharusnya bersama, mungkin kita akan dipertemukan kembali, dengan kondisi dan waktu yang berbeda. Saat sudah kerja, mungkin. Mungkin.

Selasa, 21 Oktober 2014

Pelajaran

Salah gue dari awal adalah: terlalu terbawa perasaan. Terlalu berharap. Terlalu membayangkan dan mengharapkan hal yang sebenarnya sudah gue tau kemungkinan terjadinya sangat kecil. Tapi ada saat-saat dimana gue benar-benar optimis bahwa semua itu tidak hanya akan menjadi harapan. Ada beberapa momen dimana semuanya tampak begitu jelas. Meskipun hanya terjadi saat momen-momen itu saja. Tidak saat waktu lain.

Menyesal? Tidak. Karena dengan apa yang telah terjadi, mengingatkan gue untuk tidak menaruh harapan terlalu tinggi pada seseorang. Untuk tidak terlalu terbawa perasaan akan hal-hal yang sebenarnya biasa aja. Tidak ada yang spesial. Spesial mungkin, tapi bukan dalam arti itu.

Tapi bagaimanapun, terimakasih karena telah menorehkan kenangan yang indah. Gue sudah bisa merelakan. Tapi ada saat-saat dimana segalanya tampak begitu sulit. Ada pula saat-saat gue merasa, bahwa ya memang inilah yang terbaik. Gue tidak ingin merusak semuanya hanya karena keegoisan gue, karena hal yang sebenarnya gue pun belum yakin betul. Gue tidak ingin kehilangan seseorang hanya karena gue ingin memilikinya.

Nb: gue lagi uts dan hanya karena liat updatean dia di socmed dan menjadi kepo tapi tidak berani menanyakannya langsung, fokus hilang dan akhirnya numpang curhat disini.
Terimakasih.