Jumat, 12 Desember 2014

Karemia #6

Karemia, apa kabar?
Maaf waktu itu aku tiba-tiba menghilang. Aku nggak bermaksud untuk pergi saat itu. Aku hanya... aku mungkin sedikit kecewa kamu ngehindarin aku.
Maaf aku nggak pernah ngasih kabar. Ada urusan yang harus aku kerjakan. Saat masalahku selesai, kamu yang menghilang. Aku coba hubungin Aldy tapi dia juga nggak ada kabar.
Aku nggak bisa cerita panjang lebar, Aldy lagi melototin aku sekarang hehe
Aku cuma mau kasih kabar, aku akan menikah sebulan lagi. Pernikahan ini bukan keinginan aku. Kamu taulah, perjodohan bisnis.
Aku perlu kamu tau, bahwa yang terjadi atara kita selama ini nyata, Mi. Dan aku ingin mewujudkan semua itu. Perasaan aku ke kamu nggak pernah berubah. Aku perlu kepastian kamu. Kamu datang, yang terjadi berikutnya adalah kita, bukan kami.
Kalau kamu datang sebelum pernikahan dimulai, aku mungkin, tidak, pernihakan itu tidak akan terjadi. Aku sangat, sangat berharap kamu datang.
Mia memejamkan matanya lalu bersender pada sofa. Ya, mungkin Aldy benar. Mungkin ini memang yang terbaik. Kalaupun mereka jodoh, mereka pasti akan bertemu meskipun Aldy tidak memberikan surat ini.

Mia membuka matanya lalu melipat surat tersebut dan tersadar bahwa dibalik kertas itu masih ada tulisan tangan seseorang.

Mi, maaf aku nggak bisa datang di pemakaman tante Lily dan menemani kamu. Aku baru tau sebulan setelah pemakaman. Aku turut berduka cita. Aku tau kamu akan merasa sangat kehilangan, tapi aku yakin kamu pasti bisa melewati itu semua. Aku sayang kamu, Karemia.
Mia mengerutkan keningnya. "Aaal!" Teriak Mia memanggil nama Aldy.

"Apaan? Nggak usah pake teriak bisa kan? Kuping gue masih normal." Kata Aldy yang sedang memegang handuk, hendak mandi.

"Lo nyorat-nyoret surat Adri ya? Kemaren gue gak liat ada tulisan ini." Tanya Mia ketus.

"Nyorat-nyoret apaan?" Mia menunjukkan tulisan di belakang surat Adri. "Ooh itu, itu sih emang dari kemaren ada tulisannya, lo nggak nyadar emang?"

Mia menggeleng, tapi tatapannya kosong seperti sedang memikirkan sesuatu. 

"Kenapa? Lo mau ngambek lagi sama gue karena setahun yang lalu itu dia bilang sayang lo?" Tanya Adri sinis dengan menekankan kalimat satu tahun yang lalu.

"Bukan, bukan." Bantah Mia. "Ini pemakaman Tante Lily siapa, Al?"

Aldy menarik kertas yang berada dalam genggaman Mia. "Mi, jangan bercanda."

"Bercanda apaan sih? Gue emang keliatan kaya tampang lagi bercanda?"

"Gak lucu, serius deh, Mi." Nada bicara Aldy sudah mulai berubah.

"Gak mungkin kan Mama gue sendiri meninggal dan gue gak tau? Mama tuh hilang Al, hilang! Pergi ninggalin gue. Mungkin dia udah sama keluarga barunya sekarang, mungkin sekarang gue udah punya adik tiri." Jelas Mia sambil terkekeh dengan nada frustasi.

"Mia, sumpah ini sama sekali gak lucu!" Bentak Aldy.

Mia mengguncang-guncangkan badan Aldy, lalu teriak. "Liat gue! Gue. Serius. Ada apa sih, Al? Mama ada kan? Mama masih hidup kan? Iya kan Al? Mama mungkin ninggalin gue. Tapi mama ngga mungkin meninggal, Al." Air mata Mia mulai turun membasahi pipinya. Aldy langsung memeluk Mia saat itu juga, tapi ditepisnya. Mia mengambil handpone lalu terdiam sambil mendengar nada sambung.

Terdengar suara pria di ujung telepon. Mia berbicara sebentar lalu terdiam mendengarkan selama beberapa menit. Tak lama Mia memutuskan sambungan telepon lalu berteriak, "orang gila!" lalu melempar teleponnya ke seberang ruangan dan menangis sejadi-jadinya.