Selasa, 05 Juli 2016

Manusia dan Egonya

Setiap orang pasti memiliki egonya masing-masing, tidak terkecuali, eh, terutama saya.

Dari dulu saya adalah orang yang sok tahu, keras kepala, dan -kalau kata orang sunda- 'keukeuh'. Tindakan-tindakan tersebut hanya akan saya lakukan dan pertahankan untuk hal yang saya yakini benar. Sebenarnya saya berani melakukan tindakan tersebut bukan tanpa alasan. Mungkin, mungkin dulu saya pernah tahu rasanya tidak dipercaya, sehingga saya ingin mendapatkan kepercayaan jika saya bisa. Jika ternyata apa yang saya percaya salah, saya akan mengakuinya dengan lantang.

Saya selalu mempertahankan apa yang saya anggap benar dari sekolah dasar dulu. Kepada siapa pun, kapan pun, masalah apa pun. Untuk hal yang belum saya yakini dengan pasti? Saya tidak akan berani beragumen mengenai hal itu, malah kadang saya lebih memilih untuk tidak memberikan pendapat.

Setelah saya mendengar pendapat seseorang, saya belajar untuk menurunkan ego saya. Orang ini membuat saya berpikir, apa untungnya dari bersikap sok tahu dan lainnya itu? (oke saya akui, saat ternyata apa yang saya yakini benar, saya memang mendapat kepuasan tersendiri) Tetapi orang ini bilang, saya akan jauh lebih puas jika ternyata saya benar dan orang yang sedang beragumen dengan saya salah, kemudian saya akan mengatakan "apa gue bilang?". Saya cukup memberikan pendapat satu kali, setelah itu, biar kebenaran yang menjawabnya. Tidak perlu ngotot. Keuntungannya, jika ternyata saya salah, saya tidak perlu malu atau minta maaf karena toh, saya hanya memberikan argumen di awal. Belum muncul masalah benar atau tidaknya.

Orang ini, ngomong-ngomong sudah sering saya ceritakan sebelumnya. Orang yang dulu tidak jelas maunya apa, kenapa bersikap seperti itu, ternyata punya alasan sendiri dalam setiap tindakan yang diambilnya. Orang ini membuat mimpi saya jadi kenyataan. Orang ini ternyata jauh lebih baik dari yang saya kira.

Terimakasih, Han.