Kamis, 24 September 2015

Kita

Jadi gini, bayangkan aja kamu suka sama seseorang, atau minimal mengagumi, lah. Kamu gak kenal dia sebelumnya, hanya tau nama, atau bahkan wajahnya saja. Keadaan yang bikin kamu bisa lihat dia, sedikit tau tentang dia, secara kebetulan.

Sampai akhirnya, kamu bisa tau nama dia dari nametag di jasnya. Dihapal namanya biar kalau gak sengaja dengar orang yang sedang ngobrol menyebutkan nama orang itu, bisa tambah-tambah informasi. Siapapun yang lagi suka sama seseorang, pasti melakukan ini, meskipun diam-diam. Iya, kan? Kita ingin tau lebih banyak tentang orang yang sedang kita suka.

Lalu kamu mendengar berita mengejutkan, dari teman dekatmu yang belum tau kamu suka orang itu. Ada pasangan sempurna. Sering dengar, kan, pasangan laki-laki paling ganteng dengan perempuan paling cantik? Iya, itu mereka.

Pasangan paling serasi, siapa yang tidak senang melihat mereka berdua? Kamu yang sedang suka dengan salah satunya, cuma bisa teriak senang dalam hati saat tidak sengaja bertemu di tangga. Kemudian ada satu kondisi kamu bisa bicara dengannya, untuk pertama kali.

Selama enam bulan hanya bisa mengagumi. Tanpa ada kata selain yang pertama kali itu. Lalu hal yang sama terjadi enam bulan berikutnya, kali ini tanpa kata sama sekali. Oh iya, ada berita baru. Pasangan sempurna itu bubar. Jangan tanya apa alasannya.

Satu tahun berlalu, sedikit keajaiban terjadi. Kamu bisa bersama dengan orang yang kamu suka lebih lama. Lagi-lagi karena keadaan. Sampai ada satu tugas simpel yang mengharuskan kamu bekerja sama dengannya. Awalnya dimulai dengan chat simpel. Lalu mulai membahas kehidupan masing-masing. Kebayang rasanya?

Lagi-lagi ada keajaiban. Dia datang ke rumahmu. Mengerjakan tugas bersama bilangnya. Mulailah obrolan-obrolan ringan. Dari masa sekolah, hingga berita mengejutkan dari dia yang bilang kalau temannya suka kamu.

Kamu tau reputasi temannya itu. Teman-teman kamu juga sangat menolak temannya orang yang kamu suka itu. Hal yang mengejutkan, orang yang kamu suka itu seperti menentang hubungan kamu dengan temannya, tapi secara tidak langsung juga mendukungnya. Membingungkan? Sangat. Bahkan sampai sekarang saya masih tidak mengerti.

**

Itu sedikit cerita, yang mungkin saja terjadi di dunia nyata. Ceritanya masih panjang, nanti dilanjut lagi.

Kamis, 27 Agustus 2015

Bulan dan Bintang

"Apa kamu pernah lihat, bintang meninggalkan bulan?"

"Sering. Bulan selalu sendiri akhir-akhir ini di gelapnya langit malam. Bintang tidak ada di sana."

Orang di depannya tersenyum, "bintang hanya tidak terlihat. Tertutup awan, yang dibawa oleh angin yang kuat. Kamu tidak sadar? Bintang selalu di tempatnya, menemani bulan. Meskipun jarang menampakkan dirinya."

Bulan merenung memikirkan percakapannya dengan orang tidak dikenal di stasiun tadi. Hanya percakapan singkat saat menunggu kereta terakhir di malam yang gelap. Orang tadi tidak tahu namanya Bulan. Orang tadi juga tidak tahu kalau Bulan mengenal Bintang. Dulu, dengan sangat baik.

Karisma Bintang. Sama seperti bintang, memancarkan sinarnya sendiri. Sedangkan ia, Bulan Andari, butuh bantuan untuk membuatnya bersinar. Ia harus menangkap cahaya yang dipantulkan padanya, sehingga bisa bersinar, menerangi gelapnya malam.

Dulu, saat keduanya masih kecil, masih berlari hanya mengenakan kaus dalam dan celana pendek, selalu bersama ke mana pun, kapan pun. Mereka berdampingngan. Bersama-sama menyinari kehidupan di sekitar mereka.

Sampai mereka tumbuh remaja, bertemu orang-orang baru. Kehadiran Bintang lambat laun tertutup. Tertutup oleh awan-awan yang di bawa angin. Awan-awan itu, kadang menutupi Bulan juga. Tapi karena sinarnya yang begitu terang, posisinya masih bertahan.

Bulan yang menyadari Bintang sering menghilang, akhirnya berusaha bertahan sendiri, ditemani angin yang menyejukan dan awan yang meneduhkan. Hingga akhirnya benar-benar lupa akan Bintang.

Hingga beberapa tahun kemudian, Bulan mendengar kabar, Bintang sudah tiada. Terlibat dalam kecelakaan mobil. Mobilnya menabrak sebuah truk yang melaju kencang.

Sekarang Bulan ingat, beberapa tahun yang lalu, mobilnya menabrak pembatas jalan akibat ada mobil yang tiba-tiba menyalip di depannya saat ia sedang membalas pesan singkat temannya. Mobil tersebut menabrak truk. Yang setelah dilakukan penyelidikan, rem truk tersebut tidak berfungsi.

Air mata Bulan menetes. Bintang tidak pernah benar-benar meninggalkannya. Bintang hanya tertutup awan. Menjadi tidak terlihat. Tapi Bintang selalu ada di sisinya. Seperti keputusannya untuk menahan truk itu agar tidak menabrak mobil Bulan.

Manis

"Is there something bothering you?"  Suara Dias mulai terdengar khawatir.

"Ah?"

"Kamu ngelamun dari tadi."

"Ooh.." jawab Ana masih belum sadar.

"Masih kepikiran gara-gara tadi gak jadi pergi?" Tanya Dias.

Ana akhirnya mengrejapkan matanya, mulai sadar, "eh, hehehe."

"Kenapa tadi gak ikut mereka aja, sih? Selalu jadi nyesel terakhir gini, deh."

Ana hanya mengangkat bahunya, tanda tidak tahu. "As, aku pengen ke Bromo." Kata Ana tiba-tiba.

Dias tertawa lalu mengacak-acak rambut Ana. "Kenapa tiba-tiba pengen ke Bromo?" tanyanya.

"Udah lama pengen. Cuma sekarang bener-bener pengen banget."

Dias tidak mengucapkan satu kata pun. Inilah sebenarnya yang menggagu pikiran Ana dari tadi.

"Aku capek. Pengen lupain semuanya. Sebentar juga gak apa-apa. Pengen pergi yang jauuuuuuuh banget. Jadi gak usah mikirin apa-apa." Lanjut Ana sambil tersenyum sedih ke arah Dias.

Dias mengelus lembut kepala Ana. Hari ini untung Dias mengajaknya keluar. Setidaknya dia bisa berusaha untuk membuat waktu sulit Ana saat ini menjadi lebih pendek.

Dias mengakui, Ana adalah salah satu perempuan yang gampang menangis. Tapi meskipun menangis, Ana tidak ingin ada yang melihatnya, termasuk orang-orang terdekatnya. Saat ini pasti Ana sedang berusaha keras menahan air matanya.

Ana sedang dalam titik terendahnya saat ini. Dias tahu. Ana bukan orang yang lemah. Tapi saat-saat seperti ini, Ana sangat mudah terpuruk hanya dengan terlibat atau malah hanya melihat masalah sekecil dan paling sepele sekalipun. Hal apa yang membuat Ana bisa seperti ini, Dias tidak mengerti. Karena Ana sendiri pun tidak mengerti kenapa dia suka seperti ini. Mungkin Ana hanya lelah dengan apa yang sedang dijalaninya. Atau mungkin sedang marah dengan diri sendiri, atau entah apa itu, baik Ana apalagi Dias, tidak tahu. Yang jelas bukan karena masalah sepele seperti tidak jadi ikut pergi dengan teman-temannya tadi. Hal itu hanya menjadi salah satu pemicu rasa frustasinya muncul, yang pasti sudah disembunyikannya dengan baik hingga saat ini.

Ana melamun lagi. Kali ini air matanya keluar. Tangannya secara otomatis menghapus air matanya. Tapi matanya kembali basah lagi.

Tangan Dias sudah bergerak untuk menghapus air mata itu, tapi diurungkannya. Tangan Dias ingin mengusap lembut punggung Ana, karena hal itu sangat Ana sukai dan dapat membuatnya nyaman. Tapi hal itu bisa membuat tangis Ana lebih-lebih lagi, Dias mengurungkan niatnya lagi.

"Nanti kita ke Bromo." Kata Dias tiba-tiba.

"Tapi gak bakal boleh sama Mama." Kata Ana sedih.

"Nanti aku yang minta izin. Aku bakal pastiin kita ke Bromo. Long weekend dua minggu lagi." Jelas Dias. Ana tersenyum. Dias lega dan ikut tersenyum. "Kamu lagi pengen apa sekarang?" Tanya Dias kemudian.

"Yupi." Jawab Ana dengan cengiran lebarnya.

Sabtu, 15 Agustus 2015

Waktu Senggang

Setelah sekian lama tidak menulis, rindu juga. Entah kenapa disaat jadwal lagi padat-padatnya, keinginan untuk menulis sangat mengebu-gebu. Menyempatkan menulis di bis saat pulang kuliah, saat mau tidur, atau saat bosan menunggu entah apa. Tapi saat waktu begitu lenggang, seperti sekarang (yang ngomong-ngomong sudah libur kuliah dari minggu ke dua bulan ramadhan kemarin) kegiatan saya terus terang kurang produktif. Niat dari lama yang ingin menyelesaikan cerita bersambung, hingga kini belum selesai (meskipun ceritanya sudah selesai dalam benak saya).

Ingin memulai kembali menulis novel, atau novella, atau bahkan cerita pendek yang konsepnya sudah berkecamuk di dalam benak saya. Well, sebenarnya untuk novel belum ada ide, tapi tetap saja membuat sebuah tulisan adalah impian saya sejak bangku sekolah dasar dulu. Memulai dengan membuat cerpen untuk tugas sekolah, menulis ulang cerita dari film yang saya sukai dengan tambahan cerita dari saya sendiri, sampai membuat cerita baru bersama teman saya (semacam duet).

Waktu saya SMP, setiap liburan sekolah saya pasti mencoba untuk membuat cerita. Cerita seorang anak SMA, yang belum saya alami, yang ceritanya tipikal banget, dan selalu berhenti setelah mencapai 20-30an halaman. Saat punya ide baru, mulai lagi dari awal. Belum terpikir untuk menyatukan ide itu dalam cerita yang sudah ada.

Saat SMA cukup berbeda. Saya menulis tangan cerita-cerita itu. Sudah ada tiga kisah kalau tidak salah. Salah satunya pernah dibaca oleh seorang teman, alhamdulillah mendapat respon positif, tapi lagi-lagi tidak selesai. Sepertinya belum ada yang selesai, kecuali cerita pendek yang saya tulis hari itu, dan selesai hari itu juga.

Setelah kuliah, sudah merasakan masa-masa remaja, sudah merasakan bagaimana suasana kuliah, cerita-cerita dalam benak saya pun bertambah banyak. Tapi hanya beberapa yang tertulis.

Liburan ini, waktunya cukup panjang, sekitar 2 bulan. Tapi blog ini kelihatannya cukup tidak terawat. Oh ya, sekarang waktu yang tertera di setiap post sudah benar.

Liburan ini seharusnya kisah Karemia sudah sampai ending. Blog ini seharusnya berisi cerita-cerita pendek yang selalu mengisi benak saya. Padahal akhir-akhir ini saya selalu tidur larut. Saya memang suka tidur malam, tapi paling malam saya tidur jam setengah 3. Itu pun sangat jarang. Sekarang saya tidur paling tidak jam 2. Tidur jam 12 sudah termasuk tidur cepat. Yang paling parah terjadi beberapa minggu lalu dimana saya benar-benar tidak bisa tidur. Saya mulai tidur setelah subuh. Dan itu terjadi tiga hari berturut-turut. Memang saya bangunnya cukup siang, tapi tidur saat hari gelap adalah yang paling baik menurut saya. Bukan saat matahari sudah terbit. Untungnya, setelah itu paling larut saya tidur jam setengah 4 dan paling seringnya jam 1-2.

Tiga hari itu benar-benar menyiksa saya. Saya selalu melihat jam. Melihat jarumnya bergerak, semakin pagi. Setalah saya membaca beberapa artikel, ternyata selalu melihat jam saat tidak bisa tidur justru akan tambah menyiksa kita. Saya sudah mengalaminya sendiri.

Jadi, apa yang saya lakukan di libur panjang ini? Jalan-jalan? Bukan. Saya menghabiskan hampir 2 bulan ini di rumah. Paling keluar sebentar, menemani Mama ke pasar, membeli keperluan, dan yang lainnya. Ya, memang tidak benar-benar di rumah, sih. Sebenarnya ada rencana menjelang masuk nanti bersama sahabat-sahabat saya, semoga jadi.

Hal yang paling menyita waktu saya saat liburan ini adalah... nonton. Nonton film, tv series, bahkan drama korea. Sebelum mulai nonton akhir-akhir ini, saya baca novel terjemahan, yang belum di terjemahkan. Saya bacanya dalam bentuk ebook dan sangat membantu saya yang belum pernah membaca novel dalam bahasa inggris karena bisa langsung menerjemahkan kata-kata yang baru saya temui. Yang saya baca, Gallagher Girls series yang ditulis Ally Carter. Saya sudah selesai baca hingga buku ke enamnya, termasuk cerita-cerita pendek mengenai Cammie dan kawan-kawannya. Well, sebenarnya yang saya baca dalam versi aslinya hanya buku ke 5-6 dan dua cerita pendeknya. Gallagher Girls buku pertama sebenarnya sudah saya miliki dari tahun 2010, lalu buku ke tiganya, dan yang ke empat beberapa saat berikutnya. Buku ke dua sangat sulit saya dapatkan, sehingga tiga buku Gallagher Girls hanya terpajang di rak buku saya selama kurang lebih 5 tahun tanpa dibaca (kecuali buku pertama) karena cerita buku satu dengan yg lain sangat nyambung sehingga kalau terlewat satu buku langsung tidak mengerti jalan ceritanya.

Setelah sering mencari akhirnya saya menemukan buku ke duanya, Cross My Heart and Hope to Spy beberapa minggu sebelum liburan ini dimulai. Saya mulai membaca Gallagher Girls dari buku pertamanya hingga selesai buku ke empat. Hal yang saya rasakan saat selesai membacanya, penasaran. Saya tau memang buku seri itu ada enam, tapi baru empat yang diterjemahkan ke dalam bahasa indonesia. Hingga akhirnya saya mencoba mencari ebook gratis buku selanjutnya, dan ketemu. Syukurlah, akhirnya happy ending dan membuat saya sedikit kecanduan baca buku terjemahan dalam versi aslinya. Mungkin nanti saya akan mulai membaca buku versi asli dalam bentuk kertas, bukan digital.

Kembali ke kegiatan saya selama akhir-akhir ini, nonton. Film-film yang saya tonton entah itu film lama, film baru, romance, thriller, action, comedy, horror, fantasy, sci-fi, dan lainnya. Sebenarnya hampir seluruh genre film adalah favorit saya, termasuk yang banyak pembunuhannya. Tapi saya tidak suka jenis film komedi yang diadaptasi dari film yang sudah ada. Saya suka film komedi, tapi entah kenapa film komedi seperti itu justru membuat saya suka emosi. Padahal teman-teman saya menganggap film itu lucu.

Tv series yang baru-baru ini saya tonton selain yang ada di tv adalah Flash dan Gossip Girl, meskipun Gossip Girl hanya beberapa episode.

Yang bikin saya cukup terkejut adalah, saya lagi suka drama korea. Sangat suka. Waktu masih kuliah saya perah nonton beberapa drama korea, tapi hanya yang direkomendasikan teman dan yang sudah pasti seru. Tidak pernah terpikir sebelumnya bahwa saya akan suka hal-hal berbau Korea. Sekarang saya mulai nonton drama korea yang saya cari sendiri, tapi masih yang pemainnya saya tau. Saya juga tidak menyangka bahwa saya akan menikmati musik-musiknya, dan orangnya. Satu orang yang sangat saya suka, aktor yang juga penyanyi dan tergabung dalam Infinite, L atau Kim Myungsoo. :D

Ya, suatu saat kita akan terkejut dengan diri kita sendiri.

Minggu, 05 Juli 2015

Selamat Ulang Tahun GagasMedia


Selamat ulang tahun yang ke-12 GagasMedia! Semoga semakin baik lagi dalam menciptakan karya-karyanya yang luar biasa. Dalam rangka ulang tahunnya yang ke-12 ini, saya ikut berpartisipasi dalam event yang diadakan GagasMedia. Meskipun Gagas yang sedang ulang tahun, tapi para blogger yang dikasih kado, dan mungkin saya bisa jadi salah satu yang beruntung itu..


  1. 12 judul buku yang paling berkesan buat saya setelah membacanya:
    1) Jingga dan Senja - Esti Kinasih
    2) Jingga dalam Elegi - Esti Kinasih
    3) Restart - Nina Ardianti
    4) Sunshine Becomes You - Ilana Tan
    5) Separuh Bintang - Evline Kartika
    6) Lukisan Hujan - Sitta Karina
    7) Fly to The Sky - Nina Ardianti & Moemoe Rizal
    8) Infinitely Yours - Orizuka
    9) Johan (Series) - Lexie Xu
    10) Gallagher Girls (Series) - Ally Carter
    11) Magical Seira (Series) - Sitta Karina
    12) Sunset Holiday - Nina Ardianti & Mahir Pradana

    Note: Jingga dan Senja, dan Jingga dalam Elegi tidak saya satukan karena saya belum baca buku ketiganya (karena belum ada). Sejujurnya, saya belum baca Sunset Holiday, tapi tanpa saya baca pun, saya yakin buku itu akan sangat berkesan buat saya (iya, saya segitu nge-fans-nya sama Mbak Nina).
  2. Buku yang pernah membuat saya menagis, sejujurnya tidak begitu ingat. Saya yakin banyak buku yang membuat mata saya berkaca-kaca bahkan hingga menitikkan air mata. Tetapi ada satu buku yang paling saya ingat, saya menangis setiap membaca entah keberapa kalinya, Separuh Bintang. Novel tersebut merupakan novel teenlit, novel yang cukup saya gemari waktu masih jaman SMP sampai pertengahan SMA dulu. Tapi novel ini masih sering saya baca sampai sekarang, dan saya masih menangis setiap membacanya padahal saya sudah hampir hapal jalan ceritanya. Entah kenapa, saya bisa merasakan apa yang Ciya rasakan. Seorang gadis remaja yang kehilangan orang tuanya, kehilangan seorang kakak yang dicintainya (dalam arti sebenarnya), hingga akhirnya mengetahui kebenaran dari semua hal yang terjadi dalam hidupnya. Yang paling 'menyentil' hati saya adalah, bintang yang diceritakan dalam buku tersebut. Bagi sebagian besar orang mungkin menganggap buku ini tidak terlalu spesial, tapi bagi saya, banyak hal yang mengingatkan saya pada masa lalu, yang masih saya sesalkan hingga sekarang.
  3. Quote yang paling saya ingat dari buku yang saya baca adalah perkataan seorang ayah pada anaknya, Diaz, di novel Lukisan Hujan: live for the moment to make it last forever.
    Saat saya baca kutipan itu, hal tersebut sangat-sangat membantu saya untuk menghadapi hal yang sedang terjadi pada saya saat itu. Membantu saya untuk mengingat, momen yang sempurna tidak akan terjadi selamanya. Bahkan mungkin hanya terjadi beberapa kali dalam hidup ini. Jadi saat momen itu terjadi, jalanilah dengan sepenuh hati selagi kamu masih bisa menjalaninya. Hal yang sama tidak akan terulang untuk kedua kalinya, tapi kamu bisa menyimpannya, sebagai kenangan, selamanya.
  4. Tokoh di dalam buku yang ingin saya pacari, dia muncul di Lukisan Hujan, Magical Seira#3, dan Dunia Mara. Nara Hanafiah. Nara mungkin bukan tipe laki-laki yang bisa dikatakan sangat baik, tapi dari Hanafiah lainnya, yang sangat membuat saya penasaran adalah Nara, dan saya rasa saya bisa membantunya dalam masalah sword tears, karena saya sangat tertarik dengan hal tersebut, sama seperti Nara.
  5. Ending novel yang paling berkesan yaitu Fly to The Sky dan Impossible. Dua novel tersebut sangat berkesan karena saya penasaran, sangat penasaran sebenarnya, dengan kejadian setelah ending ceritanya. Tapi lucunya, penasaran dengan dua cara yang berbeda. Entah kenapa, selesai saya membaca Impossible, saya berpikir bahwa ceritanya belum selesai. Saya penasaran, apa Al jadi pindah? Gimana kelanjutan Al dan Anastasia? Dan yang paling bikin saya geregetan, saya tidak tau kelanjutan cerita mereka, apalagi setelah kalimat terakhir yang Al lontarkan kepada Anastasia. Hal tersebut membuat saya mengarang cerita lanjutannya dalam benak saya, dan gilanya, pernah terpikir untuk email mbak Nina dan bilang bahwa saya ingin melanjutkan ceritanya. Beda ceritanya dengan Fly to The Sky. Ending yang bikin saya penasaran adalah ending dari point of view Ardian, yang ditulis Kak Moemoe Rizal. Setelah akhirnya Edyta dan Ardian bisa bertemu kembali, di tempat mereka, saya sama sekali tidak bisa menduga hal apa yang terjadi setelah itu. Apalagi setelah Mbak Nina menulis Restart, dan hanya membahas sedikit tentang hubungan Edyta dan Ardian. Sehingga saya tidak mendapat petunjuk sama sekali mengenai hubungan mereka. Singkat cerita, saya tidak ada gambaran sedikit pun mengenai kelanjutan cerita Edyta dan Ardian.
  6. Buku pertama GagasMedia yang saya baca adalah Glam Girls. Saat itu tepatnya saya masih duduk di bangku SMP kelas 2. Saya dan teman saya ke toko buku dan saat melihat judulnya, kami penasaran sehingga memutuskan untuk membelinya. Saya sangat penasaran dengan cerita yang mengisahkan kehidupan lain yang tidak pernah saya bayangkan sebelumnya, Bagaimana kehidupan seorang siswi SMA, yang sangat jauh dari kehidupan saya, terlihat sempurna, tapi setelah saya pelajari, juga masih jauh dari sempurna. Hal itu membuat saya penasaran dengan The Glam Girls Novel lainnya. Hingga saat ini, tinggal Magnificent yang belum saya baca karena belum pernah menemukannya di toko buku manapun.
  7. Dari sekian buku yang saya punya, judul yang paling menarik menurut saya adalah Lukisan Hujan. Karena jika hanya membaca judulnya, kita tidak akan pernah tau apa lukisan hujan itu sesungguhnya, hingga kita membacanya sampai habis.
  8. Cover buku yang saya suka adalah The Glam Girls Novel. Dari Glam Girls, Reputation, Unbelievable, Outrageous, Magnificent, dan Impossible. Menurut saya cover The Glam Girls Novel sangat menarik. Dengan cover yang menampilkan foto dari pemeran-pemeran utamanya, dengan sudut yang menunjukkan, siapa pemeran utama dalam buku tersebut. Karena setiap membaca buku, apalagi novel, kita pasti akan membayangkan orang yang menjadi karakter tersebut. Dengan adanya wajah-wajah mereka yang sudah diberikan, saat membaca cerita mereka, saya bisa membayangkan, wajah-wajah tersebut memainkan perannya masing-masing. Seperti menonton film yang diadaptasi dari novel, saya jadi bisa membayangkan wajah tokoh dalam cerita tersebut, yang seringkali, tidak seperti yang diharapkan. Tetapi menurut saya, wajah-wajah dalam cover tersebut sudah sangat mewakili tokoh yang mereka perankan di dalam buku. Meskipun dalam seri Glam Teen (Outrageous, Magnificent, dan Impossible), ketiga wajah yang ada di cover, tidak mewakili setiap tokoh utama yang ada di dalam buku seperti Ad, Rashi, dan May yang memegang peran utama pada setiap buku yang berbeda tetapi tetap bersama dalam setiap sampulnya, dalam Glam Teen, satu orang yang menjadi spotlight pada sampul secara tidak langsung sudah menunjukkan wajah dari pemeran utama dalam buku tersebut.
  9. Tema cerita yang saya sukai sebenarnya bermacam-macam. Tapi setelah melihat novel-novel yang ada di rak buku, saya menyadari bahwa sebagian besar novel saya bertema teka-teki, fantasi, dan romamce. Teka-teki seperti cerita sorang mata-mata, pencuri, pembunuh bayaran, dan hacker. Fantasi seperti seseorang yang tiba-tiba berada di tempat yang tidak dia ketahui sebelumnya dan cerita makhluk-makhluk yang diluar nalar manusia. Romance seperti cerita tentang kehidupan seseorang yang bertemu dengan pujaan hatinya. Saya menyukai cerita yang berbau teka-teki karena membuat saya ikut berfikir saat membacanya sekaligus memberikan adrenalin tersendiri seperti ikut berperan di dalamnya. Cerita fantasi sangat saya suka karena dari dulu, banyak hal di benak saya yang diluar nalar. Cerita-cerita aneh dimana seseorang bisa ada di dunia lain yang mengagumkan, bertemu orang-orang mengagumkan, dan jika bisa terjadi di kehidupan nyata, khususnya kehidupan saya, itu pasti akan sangat mengagumkan. Romance, siapa yang tidak menyukainya? Dengan membacanya saya dapat membayangkan, ikut merasakan meskipun sesaat, bagaimana rasanya menjadi salah satu wanita yang paling beruntung di dunia. Mengalami pengalaman-pengalaman luar biasa dalam hidup, yang nantinya akan menjadi pengalaman dan bahan pembelajaran yang sangat berharga.
  10. Penulis yang ingin saya temui ada dua. Mbak Nina Ardianti dan Mbak Sitta Karina. Saya sangat mengagumi karya-karya mereka. Tetapi jika ditanya, apa yang saya mau jika sudah bertemu mereka, jujur saya tidak tahu. Mungkin jika bertemu saya hanya akan mengagumi dalam diam, atau bertanya mengenai kelanjutan cerita Edyta - Ardian dan Anastasia - Al kepada Mbak Nina, dan meminta satu novel yang menjadikan Nara Hanafiah sebagai pemeran utamanya kepada Mbak Sitta. Meskipun saya tau, jika saya bisa bertemu mereka suatu saat nanti, saya tidak akan seberani itu meminta hal tersebut kepada mereka.
  11. Jika ditanya saya lebih suka baca e-book atau buku cetak, sudah pasti saya akan menjawab buku cetak. Kenapa? Karena saya sangat suka baca buku, khususnya novel dari bertahun-tahun yang lalu, dan selama itu saya membacanya dalam bentuk kertas. Saya pernah beberapa kali membaca e-book, tapi ternyata kurang nyaman, karena tangan saya jadi panas jika terlalu lama memegang smartphone, dan jika membaca dari laptop, mata jadi mudah lelah sehingga jadi malas membaca dan dengan posisi saya saat menggunakan laptop, yaitu duduk di kursi, sangat tidak cocok dengan kebiasaan saya saat membaca buku, yaitu sambil tiduran hehe
  12. Selamat Ulang Tahun GagasMedia, semoga selalu bergegas, berkembang, dan memuaskan hati pembacanya.

Kamis, 18 Juni 2015

Quote of the day

Ada yang bilang..

Untuk apa masih mencintai seseorang meskipun kamu sudah tahu bahwa kalian tidak bisa bersatu?

Lalu ada yang menjawab,

sama halnya seperti: untuk apa masih bernafas jika kamu tahu suatu hari nanti akan meninggal?

Menurut saya, kedua hal tersebut benar-benar dua hal yang sangat berbeda. Apakah dengan tidak mencintai seseorang kamu akan meninggal? Apa yang sedang kamu perjuangkan sebenarnya? Kamu tahu kalian tidak akan bisa bersatu? Lalu untuk apa? Obsesi?

Tanpa udara, tanpa bernafas apa masih bisa hidup? Apa yang bisa kita perjuangkan dengan masih bernafas? Hidup bukan hanya tentang cinta.

Sesimpel itu.

Selasa, 10 Maret 2015

Lukisan Hujan

Sitta Karina bukanlah penulis yang asing lagi bagi gue. Novel pertamanya yang gue baca adalah Aerial, yang sayangnya hilang entah kemana setelah gue lulus SMA. Lalu novel keduanya yang -awalnya gue sangka- gue baca adalah Putri Hujan dan Ksatria Malam. Lalu keluarlah novel barunya yang berjudul Rumah Cokelat. Gue baca, kemudian gue menyadari bahwa gue nyaman dengan gaya tulisannya. Berbobot tapi ringan, buat gue sedikit mikir kalau lagi baca novelnya, tapi gue bisa dengan lancar baca novelnya sampai akhir. 

Kemudian keluarlah serial Magical Seira. Awalnya gue baca yang pertama, lalu ternyata keluar Seira& Abel's Secret, dan ternyata ada cerita selingan yang menyangkut Chiko Hanafiah, Sand Castle. Lalu seri Magical Seira yang terakhir, Seira and The Destined Farewell. Gue merasa bahwa gue makin cocok dengan gaya tulisannya.

Novel lainnya yang sudah gue baca, Dunia Mara. Yang belakangan gue tahu bahwa itu adalah gabungan dari cerita bersambung Kak Sitta yang pernah di publish di salah satu majalah. Cerita tentang Hanafiah lainnya. Bikin gue makin penasaran karena kabarnya Kak Sitta mau mencetak ulang Lukisan Hujan. Ceritanya Diaz - Sisy. Yang seinget gue, dulu pernah gue baca ceritanya.

Jujur gue nunggu banget terbitnya Lukisan Hujan. Sampai mantengin twitter buat pre-order di salah satu toko buku online. Saat sudah bisa pre-order Lukisan Hujan dengan tanda tangan Kak Sitta, ternyata gue kehabisan. Untungnya ada toko buku online lain yang menjual Lukisan Hujan + ttdnya. Setelah memesan, ternyata novelnya sampai di rumah lebih cepat dari dugaan gue. Dan gue suka banget covernya.



Lukisan Hujan berada tetap di meja belajar dan belum gue baca sampai beberapa hari yang lalu. Gue mencari waktu yang pas dimana gue bisa baca sampai habis tanpa terinterupsi tugas kuliah yang datang tiada henti. 

Setelah gue selesai baca, gue jatuh cinta dengan sosok Diaz. Bagaimana Diaz, yang seharusnya bersama dengan para Hanafiah lainnya tinggal di dunia yang berbeda dengan kehidupan sehari-harinya. Meski sulit, Diaz lebih suka kehidupannya. Dan tetap menjaga baik hubungan dengan sepupu-sepupunya. Lalu Sisy, yang seperti digambarkan Kak Sitta, manja tapi juga bisa bersikap dewasa. Yang perlahan bisa merubah Diaz menjadi sosok yang lebih baik lagi. 

Cerita yang digambarkan oleh Kak Sitta membuat gue membayangkan apa rasanya jadi Sisy. Bisa tinggal di lingkungan yang begitu seru dengan tetangga seperti Igo, Aga, Nina, Fey, dan yang lainnya. Dan yang terutama, bisa kenal Diaz. Gue yang tidak mempunyai kakak laki-laki sama sekali, jadi membayangkan bagaimana rasanya menjadi Sisy yang memiliki Diaz dan Fey, bahkan Tizar. Juga bagaimana jadi Bianca yang mempunyai sosok seperti Reno. 

Diaz dengan dilemanya tentang Anggia, Mirelle, juga Sisy. Mungkinkah cerita seperti itu bisa terjadi di dunia nyata? 

Lukisan Hujan bisa membuat gue dengan mudah membayangkan kejadian-kejadian di dalamnya. Membuat gue terasa ikut serta di dalamnya. Cerita tentang klan Hanafiah yang sepertinya kurang surreal bisa terjadi di Indonesia, tapi siapa yang tahu? Gue sangat menikmati cerita Diaz - Sisy ini. Terlepas dari logika yang mungkin terjadi di kehidupan nyata. Bahkan jujur, gue sama sekali tidak mempermasalahkan cerita-cerita yang justru kurang logis.

Gue penasaran banget sama Nara. Juga Sword Tears. Setelah gue ingat-ingat, Sword Tears pernah di bahas sedikit di Magical Seira dan Dunia Mara

Dari Lukisan Hujan gue mempelajari, bahwa setiap orang memiliki lowest point-nya masing-masing. Bahkan Diaz dengan sifat seperti itu pun, bisa terlihat sangat terpuruk setelah mengetahui Sisy akan pergi.
Gue selalu menganggap Sisy cengeng, Diaz membatin seraya tersenyum, tapi lihat siapa yang sekarang pengin nangis.
Seperti Nara dan Reno. Atau bahkan Anggia. Dengan predikat apa pun yang menempel, suatu saat pasti akan ada orang yang dapat merubah kehidupan mereka. Suatu saat, setiap orang akan menemukan cinta sejatinya. Contoh gampangnya, lihat Diaz. Tinggal mereka sendiri yang memilih, apa yang lebih diinginkan, dan dibutuhkan dalam hidupnya.

Juga apa yang cukup mengguhah hati gue adalah kata-kata ayah Diaz, 
 live for the moment to make it last forever
Setelah Lukisan Hujan akhirnya selesai gue baca hingga kata terakhir di buku itu, gue menyadari bahwa novel yang gue baca dulu itu adalah Lukisan Hujan, bukan Putri Hujan dan Ksatria Malam. Yang paling buat gue yakin kalau yang gue baca Lukisan Hujan adalah saat Sisy dikejar oleh Ipen dan teman-temannya, Diaz datang menyelamatkan Sisy.

Seperti yang dikatakan Kak Sitta, memang terdapat perbedaan dari Lukisan Hujan yang telah dicetak ulang dan versi sebelumnya. Karena sudah bertahun-tahun yang lalu gue baca Lukisan Hujan, gue tidak terlalu banyak menyadari perubahan-perubahan yang terjadi. Tapi ada beberapa perubahan yang gue ingat, seperti hilangnya kata-kata Anggia, atau Inez, atau Mirelle (gue tidak begitu ingat), yang bilang bahwa ia tidak ingin tidur larut malam untuk menjaga penampilannya, khususnya bagian wajah. Kemudian, di bagian terakhir buku, versi lama menggambarkan Diaz senang karena ternyata Sisy bisa waltz, sedangkan pada versi baru, mereka langsung waltz di gazebo. Gue pribadi, lebih suka jika bagian Diaz senang mengetahui Sisy bisa waltz tidak dihilangkan. Tapi Kak Sitta pasti sudah mempertimbangkan, apa saja yang dihilangkan, diganti, atau malah ditambah.

Overall gue suka banget sama Lukisan Hujan, terutama versi barunya karena kata-katanya sudah lebih tersusun dan penggunaan kata ganti namanya sudah tertata, tidak seperti versi lamanya. 

Gue sangat menunggu versi baru cerita Hanafiah lainnya, Inez, Chris, Bianca, Austin, bahkan kelanjutan kisah Diaz - Sisy. Dan gue sangat sangat menantikan cerita Nara Hanafiah dimana ia berperan sebagai pemeran utamanya.

Rabu, 04 Maret 2015

Karemia #7

Mia memandang kosong televisi di depannya. Sejak menerima telepon dari ayahnya dan akhirnya menemukan jawaban kemana ibunya pergi selama ini, Mia tidak bergerak dari posisi terakhirnya. Mia sudah tidak histeris lagi, tapi air matanya masih keluar kadang-kadang. Mia tidak bersuara, tidak makan, tidak minum, tidak menghapus air matanya dan membiarkannya kering dengan sendirinya, tapi kemudian pipinya basah lagi, lalu kering lagi.

Mia hanya bersender pada sofa. Dia seperti patung. Secara harfiah. Yang membuktikan Mia masih hidup hanyalah dadanya yang naik turun karena bernafas dan air mata yang sesekali keluar.

Aldy selalu mengajak mia bicara meskipun tidak ada jawaban. Aldy awalnya membiarkan Mia seperti itu. Dia sadar, dalam waktu kurang dari 48 jam menerima dua berita buruk, bagi siapapun, ini memang tidak mudah. Tapi setelah jarum jam berhenti di angka 11, Aldy sudah tidak tahan lagi. "Mi, lo udah kaya mayat hidup, tau?" Tidak ada jawaban.

Aldy lalu mengguncang-guncang pundak Mia dan mengarahkan Mia agar menghadapnya, "mau sampe kapan kaya gini? Lo nggak bergerak sama sekali selama 6 jam! Heh liat gue!" Tangan Aldy merangkup muka Mia lalu membuatnya menatap mata Aldy.

Mia lalu tersenyum lemah pada Aldy, "gue haus." Aldy tersenyum lebar mendengar suara yang akhirnya keluar dari mulut Mia. Aldy mengacak-acak rambut Mia lalu mencium keningnya, "gue gak nyangka bisa selega ini denger suara lo. Gue ambil minum dulu bentar." Kata Aldy lalu beranjak dari hadapan Mia.

Mia menarik nafas panjang lalu senyumnya tadi seketika menghilang. Mata Mia mengamati setiap sudut ruangan hingga akhirnya gerakan mata Mia berhenti saat menemukan apa yang dicarinya. Mia lalu beranjak dari tempatnya dan mengambil kunci mobil yang ada di meja dekat kamar Aldy lalu segera keluar dari apartemen itu tanpa mengelurkan suara.

**

Mobil Aldy akhirnya berhenti di parikiran sebuah bangunan satu lantai berlogo N.U.T.Z. tepat di atas pintu masuk utamanya. Nama club itu sebenarnya adalah gabungan dari para pemiliknya, Netta, Urinda, Tiara, dan Zarinda. Tapi terlepas dari nama-nama mereka, suasana club ini benar-benar membuat para pengunjungnya terlihat 'menggila'. Dari luar, bangunan bergaya abad pertengahan ini terlihat begitu teduh dan damai. Di dalamnya? Jangan tanya bagaimana suasananya.

Mia melangkahkan kakinya memasuki bangunan itu. Ingar bingar suara musik langsung terdengar di pintu masuk. Di lantai dansa, berpuluh-puluh orang menggerakan badan mereka mengikuti irama musik. Walaupun minim cahaya, Mia berjalan ke arah meja bar tanpa kesulitan sama sekali.

Sesampainya di meja bar, Mia langsung duduk di kursi tinggi dan mulai sibuk mencari orang yang ditujunya. Saat menemukan orang yang dicari, Mia langsung berteriak memanggil nama orang itu, berusaha mengalahkan musik yang terdengar di seluruh penjuru ruang.

"Sam!"

Orang yang bernama Sam seketika membelalakan matanya saat tahu siapa yang memanggilnya, "Mia? Tumben kesini lagi." Kata Sam masih dengan ekspresi terkejutnya.

"Apa kabar, Sam? Gila, gak nyangka lo masih tahan disini. Zarin belum juga promosiin lo jadi manajer?" Tanya Mia sambil tertawa kecil. Meski dalam hatinya ia sangat bersyukur Sam masih menjadi bartender di N.U.T.Z. sehingga memudahkannya mendapatkan apa yang ia inginkan dalam kondisinya saat ini.

"Eits, jangan salah. Gue sebenernya udah punya ruangan pribadi sekarang. Cuma masih seneng nongkrong di bar aja, kali aja bisa ketemu lo lagi, Mi. Eh, ternyata harapan gue terwujud sekarang." Kata Sam sambil tersenyum lebar, menggodanya.

Sam menatap Mia dengan wajah heran, "coba berdiri." Mia yang tidak mengerti lantas berdiri dengan raut kebingungan.

"Lo serius masuk kesini dengan pakaian itu? Mana Aldy?" Raut wajah Sam seketika berubah.

Mia tersenyum kecut. Ia bukannya tidak menyadari penampilan dia yang jauh berbeda dengan orang-orang disitu. Kaus lengan panjang, celana katun selutut, dengan flat shoes yang benar-benar flat. Kalau saja Mia tidak kenal dengan orang yang berjaga di pintu tadi, mustahil Mia bisa masuk ke sini. Selain penampilannya yang sudah acak-acakan, Mia juga tidak membawa KTPnya. Yang Mia bawa saat ini hanya pakaian yang dikenakannya, dan kunci mobil Aldy. Dan dari pertama masuk sampai sekarang, setiap orang yang melihatnya menganggap Mia gila karena salah kostum dan salah tempat.

"Gue sendiri. Dan please lo jangan ngabarin Aldy, oke?" Pinta Mia dengan suara memelas.

"Lagi berantem sama Aldy? Karena ini adalah kali kedua lo sendiri kesini, dan yang pertama karena lo berantem hebat sama dia." Kata Sam sambil membuat punch milik salah satu pengunjung di samping Mia. "Muka lo pucet banget. Separah itukah kalian berantemnya?" Sam mengangkat wajah Mia dengan jemarinya, khawatir. "Lo tau, lo bisa datang kapanpun ke gue, Mi." Lanjutnya.

Mia tersenyum, "gue sibuk," lalu nyengir.

Sam langsung mengacak-acak rambut Mia, "susah banget ya, ngasih perhatian ke lo itu? Mau gue panggilin Zarin?"

Mia nenatap tajam Sam, "jangan, lah! Males banget gue dia pasti nanyain Aldy mulu. Lo mau dia ngetawain gue dengan penampilan yang kaya gini? Udahlah, biasa ya, Sam. Gue lagi butuh banget sekarang."

"Gue pikir lo udah nggak minum." Kata Sam heran. Yang dijawab Mia dengan senyum tipis. "Bener-bener parah, ya?" Tanya Sam tambah khawatir. Ia tidak akan melepaskan matanya dari Mia malam ini.

**

Mia sedang menikmati cairan di dalam gelasnya, saat seseorang menarik gelasnya dengan paksa. Mia menghela nafas. Secepat inikah dirinya ditemukan?

Melihat Aldy menarik gelas dari tangan Mia dengan kasar, Sam langsung menghampiri mereka.
"Gelas keberapa?" Pertanyaan Aldy sebenarnya ditujukan kepada Mia, tapi berhubung fokusnya sudah sangat berkurang, ia malah mengambil gelas yang direbut Aldy tadi dan menenggak isinya sampai habis.

"Al, udahlah biarin aja Mia."

"Lo udah gila? Gelas keberapa?" Aldy mengulangi pertanyaannya dengan suara dingin.

"Lima." Jawab Sam tak kalah dingin. "Lo yang gila, ngapain Mia sampe dia parah kaya gini?"

"Bukan urusan lo."

"Gue tau kapasitas Mia. Lo bisa percayain dia sama gue, Al." Kata Sam sambil menatap Aldy tajam.

"Bukan itu masalahnya, ck. Ayo Mi, balik." Dan saat Aldy menoleh, Mia sudah menghilang dari sisinya.

"Gue mohon banget kalau dia kesini lagi atau ngehubungin lo, langsung kabarin gue." Kata Aldy sambil berlalu. Ia kemudian mengeluarkan telepon genggamnya.

"Halo, Fin?"
....
"Iya dia langsung pergi tadi abis gue dateng"
....
"N.U.T.Z. nanti gue ceritain."

Kamis, 26 Februari 2015

Black and White

Dear Dias

Terimakasih karena sudah membuat harapan yang tadinya sudah sedikit padam jadi menyala lagi,

terimakasih karena sudah bilang Alhamdulillah saat tau orang yang di foto itu adalah adik gue,

terimakasih karena sudah bilang merasa bete saat temen kita itu meledek gue terus,

iya, gue kangen,

iya, gue cemburu,

gue cukup tidak menyangka bahwa lo masih penasaran dengan orang itu, yang sebenarnya menurut gue, lo pasti sudah tau siapa orangnya dari dulu

Tapi, berhubung lo sudah membuat janji dengan 3 orang teman kita itu, gue rasa harapan akan tetap menjadi harapan, tidak menjadi kenyataan

Pipi lo cuma jadi sedikit lebih tembem, kok. Jadi jangan gak makan gara-gara itu, ya.

Anna

Oh iya, takutnya gue gak sempet bilang langsung, hati-hati ya kalau pulang malem, tau kan sekarang lagi rawan begal? Di daerah jalan pulang lo udah rawan sekarang.

**

Dias tersenyum saat membaca surat yang Anna tulis pada blognya. Tidak menyangka Anna sudah berani sefrontal ini sekarang.

Sabtu, 14 Februari 2015

Valentine's Day

Oke sebenernya tulisan gue ini bukan sepenuhnya tentang hari valentine sih, cuma berhubung hari ini adalah hari valentine, yaah gak apa-apalah ya ikutan dikit..

Sebelumnya gue mau cerita sedikit tentang hari ini. Harusnya, hari ini bisa dibilang 'one of best day of my life', karena tadi pagi akhirnya gue mendapatkan novel yang sudah gue tunggu-tunggu dari beberapa bulan yang lalu, dan meskipun masih pre-order setidaknya gue dapat memastikan bahwa gue akan mendapatkan novel itu + ttd penulisnya. Btw, itu novelnya Sitta Karina - Lukisan Hujan.

Lalu hari ini itu ada promo 'buy one get one free' dari  Sport Station, dan berhubung gue sangat menginginkan running shoes, promo ini tentunya sangat membantu disaat kondisi finansial gue yang sedang dalam keadaan tidak cukup baik. Tapi kemudian ada suatu hal yang membuat hari gue tidak cukup mengenakkan. Padahal gue dapat sepatunya, walaupun bukan sepatu yang selama ini gue incar.

Ya, ini berhubungan dengan seseorang. Orang ini sudah cukup sering gue bahas di blog. Hal ini membuat gue tiba-tiba memikirkan sebuah momen -belum terjadi tentunya- , dan terciptalah cerita ini.

Ini momennya...

Anna sedang menonton tv sambil chatting dengan temannya saat salah satu temannya itu mengirimkan pesan yang membuatnya sedikit terkejut,

Gue tau sih ini sudah malam, tapi boleh keluar rumah sebentar?

Anna melirik jam dinding di atas tv, jarum jam menunjuk ke angka 10.

Tanpa berpikir dua kali Anna langsung izin kepada ibunya dan segera keluar rumah. Ternyata temannya sudah menunggu di depan pagar.

"Kenapa, As?" Tanya Anna sambil membuka pagar lalu mempersilahkan Dias untuk masuk, tapi Dias memilih tetap di luar pagar, "di sini aja, An. Gue bentar doang, kok."

Anna menatap Dias, menunggunya mengatakan sesuatu. Dias lalu mengulurkan tangannya sambil memberikan tiga pucuk bunga mawar berwarna merah muda.

"Bunga?" Tanya Anna heran.
"Iya. Sekarang hari valentine kan?"
"Iya sih. Cuma aneh aja, kok tiba-tiba ngasih bunga?" Anna seketika merasakan detak jantungnya berdetak lebih cepat. Anna menatap mata Dias, dia tau mereka memang dekat, tapi sepertinya hal yang dipikirkannya saat ini adalah sesuatu yang cukup mustahil. Tapi, mungkinkah?

"Harusnya tadi lo yang nemenin gue, jadi gue bisa ngasih bunga ini pas kita lagi makan. Malam mingguan, di hari valentine. Pas kan? Tanggalnya bagus."

Anna mencoba menahan senyumnya, tidak berani berharap. Berusaha untuk menyangkal apa yang dipikirkannya saat ini. "Dan gue ngomongnya gak perlu buru-buru gini karena udah malem. Lo tau kan gue mau ngomong apa?"  Tanya Dias.

"Ngomong apa, As?"

"Kalau lo terima ambil bunganya ya, kalau nggak lo pamit masuk aja."

Anna tertawa, "terima apa?"

"Gue harus bener-bener ngomong ya?" Tanya Dias sambil tersenyum dan menatap mata Anna.

Anna tertawa sambil menatap Dias tepat di matanya. Menantang.

"Anna."

"Iya?"

Dias tersenyum manis, "lo mau jadi pacar gue? Kalau iya, lo ambil bunganya, kalau nggak, lo masuk aja ke dalem rumah sekarang."

Anna terdiam beberapa menit sambil terus menatap ke bawah, kemudian mengambil bunga dari tangan Dias.

Ps: di post ini, dan post-post sebelumnya, entah kenapa waktu yang tercantum tidak sesuai dengan waktu gue mempostnya. Gue menulis ini sekitar pukul 10-11pm.

Senin, 02 Februari 2015

Not Totally Stranger

Bram menatap perempuan bersweater cokelat di depannya. Sepertinya ini adalah kali pertamanya bermain ice skating. Bram tersenyum geli setiap melihat perempuan itu terjatuh saat sedang mencoba berdiri tegak di atas sepatunya. Perempuan itu begitu menarik perhatian Bram sejak pertama melihatnya. Bram tahu perempuan itu tidak sendiri, dia berasama dua orang temannya. Tapi perempuan ini, terlihat begitu berusaha keras agar bisa mengendalikan dirinya di atas es. Seperti ingin membuktikan sesuatu.

Setelah mencoba beberapa kali, perempuan itu akhirnya bisa melakukan satu putaran di arena es. Tapi terjatuh saat sedikit lagi mencapai teman-temannya. Bram menghampirinya, ingin membantunya berdiri, tapi saat Bram hampir sampai di dekat perempuan itu, dia berhasil bangun sendiri tanpa pegangan. Hebat, pikir Bram. Perempuan itu lalu menghampiri teman-temannya yang berada di pinggir arena.

Seperti perempuan kebanyakan pada umumnya, mereka berfoto. Perempuan itu mengeluarkan telepon genggam dari kantung celana jeansnya. Setelah melakukan beberapa kali jepretan, handpone perempuan itu jatuh lalu meluncur diatas es. Mereka bertiga kelihatan panik karena tidak tahu harus bagaimana. Bram menggerakkan dirinya ke arah handpone itu. Tapi lagi-lagi ia telat, seseorang telah mengambilnya dan memberikan handpone itu kepada sang pemilik.

Perempuan itu lalu mencoba mengelilingi arena es lagi. Pada titik yang sama dia jatuh tadi, dia jatuh kembali. Dan seperti sebelumnya, dia bangun sendiri lalu menghampiri temannya sambil tertawa-tawa. Di putarannya yang ketiga, perempuan itu kembali jatuh di titik yang sama, masih dengan tawanya yang sama, tidak memperdulikan orang-orang yang berada di sekitarnya. Kali ini, dia melanjutkan putarannya tanpa menyingkir sebentar ke pinggiran arena.

Kalau dilihat-lihat, perempuan itu sebenarnya sedikit tidak biasa. Dari jatuh di pinggir saat ia baru masuk dan mencoba untuk berseluncur sedikit demi sedikit, saat tangannya beberapa kali tersangkut di pegangan yang ada di pinggir arena, telepon gengganya yang berseluncur bebas di permukaan es, sampai terjatuh berkali-kali di tempat yang sama. Bram terus memperhatikan perempuan itu, sampai akhirnya mereka bertiga meninggalkan arena.

Jujur saja, Bram tidak bisa melupakan perempuan itu meskipun sudah beberapa hari dari kejadian di arena ice skating tersebut. Perempuan itu terlalu menyita pikirannya. Padahal Bram tidak bertemu lagi dengannya sejak itu.

Beberapa minggu setelah itu, Bram tidak bisa menahan rasa terkejutnya saat melihat perempuan yang sama di tempat parkir mobil salah satu tempat wisata di Bandung. Mobil perempuan itu bersama teman-temannya terparkir tepat di samping mobil Bram sehingga Bram bisa dengan jelas mendengar percakapan mereka.
"Eh, lo kok nafas keluar uap sih? Gue nggak," kata perempuan itu sambil mencoba mengeluarkan uap dingin dari mulutnya. Saat itu cuaca memang sangat dingin karena sebelumnya hujan cukup deras, ditambah hari sudah sore.

Setelah mencoba beberapa kali akhirnya dari mulut perempuan itu keluar uap dingin, ia lalu tertawa bersama teman-temannya lalu mereka saling mengeluarkan uap dingin sambil terus tertawa.

Bram yang melihat kejadian itu menahan tawanya. Berbeda dengan teman-temannya yang menganggap perempuan itu bersama teman-temannya berisik dan norak. Sedangkan Bram sama sekali tidak terganggu dengan hal itu. Ia justru menganggap perempuan itu lucu. Sangat menarik.

Saat Bram sedang mengumpulkan keberaniannya untuk berkenalan dengan perempuan itu, dia justru masuk ke mobil dan pergi meinggalkan tempat parkir. Bram mengumpat, yang kemudian dijatuhi tatapan heran dari teman-temannya, "kenapa lo?" Tanya salah satu teman Bram.
"Gue tadi pengen kenalan sama cewek, tapi dia keburu balik duluan." Jelas Bram.
"Mana, mana? Cakep ceweknya?" Tanya teman Bram yang lain.
"Lo sih kalau sama cewek mikirnya lelet Bram. Makanya nanti kalau ada cewek kasih tau gue, biar gue yang kenalan." Kata temannya sambil terkekeh.
"Enak aja! Gue yang liat duluan," kata Bram tidak terima, "udah yuk ah balik, gue laper." Bram masuk ke mobil lalu berjanji pada hatinya sendiri, jika ia bertemu dengan perempuan tadi lagi, Bram tidakan berfikir dua kali, dia pasti akan langsung mengajak kenalan perempuan itu.

Minggu berikutnya, Bram benar-benar tidak percaya dengan keberuntungannya. Ini kebetulan.. atau takdir? Yang pasti Bram tidak akan menyia-nyiakan kesempatannya kali ini. Melihat perempuan itu duduk sendiri di dekat kaca sebuah kedai kopi, Bram bersyukur. Perempuan itu sendiri, dia pun sendiri. Setidaknya dia tidak perlu mendengar ejekan teman-temannya atau tatapan aneh teman-teman perempuan itu.

"Sori, gue boleh duduk di sini?" Tanya Bram dengan secangkir kopi dalam gelas kertas di tangannya.

Perempuan menatap Bram lalu melihat keadaan tempat itu. Banyak meja kosong. Dengan ragu, akhirnya perempuan itu mengiyakan.

"Gue gak suka minum kopi sendiri." Kata Bram memulai percakapan. Tapi perempuan di depannya hanya tersenyum. Bingung harus bagaimana, Bram mengajaknya berkenalan.

"Bram." Katanya sambil menjulurkan tangan.

Perempuan itu tersenyum lalu mengulurkan tangannya juga, "Audra. Tapi panggil aja Oda." Bram balas tersenyum sambil mengerutkan keningnya, nama panggilan yang lucu.

Melihat tatapan bingung orang di depannya Oda maklum, dia bukan orang pertama yang menganggap nama panggilannya aneh. "Kenapa? Namanya aneh ya?"

Bram tertawa kecil, "nggak, kok. Justru unik."

"Iya, unik bahasa halusnya aneh." Oda balas tertawa.

"Nggak, serius unik. Bukan aneh."

Mulai dari situ, percakapan mereka pun mengalir dengan lancar.

"Gue bukan orang jahat." Kata Bram.

"Orang jahat biasanya ngomong gitu." Oda menatap Bram dengan pandangan yang tidak dimengertinya. "Tapi gue tau kok lo bukan orang jahat." Lanjut Oda sambil tersenyum.

Bram mengeluarkan dompet lalu menunjukkan kartu mahasiswanya, seorang mahasiswa salah satu perguruan tinggi negeri ternama di Indonesia.

Oda tertawa. Tidak mau kalah, dia memperlihatkan kartu mahasiswanya, mahasiswi salah satu perguruan tinggi negerti ternama lain di Indonesia. Melihat tanggal lahir yang tertera sama dengan tempatnya kuliah, Bram kaget, "lo sendiri di sini? Apa sama temen?"

"Sendiri, kenapa?" Tanya Oda sambil memasukkan kembali kartu mahasiswanya.

"Pernah tinggal di Jakarta?" Bram balik tanya. Tapi hanya dijawab Oda dengan gelengan.

"Tapi tau jalan-jalan Jakarta, kan?"

Oda nyengir, lalu menggeleng, "nggak terlalu sebenernya." Oda tahu, mengungkapkan hal tersebut pada orang yang baru saja dikenalnya adalah berbahaya. Tapi entah kenapa dia merasa bisa mempercayai laki-laki di depannya.

Bram geleng-geleng kepala, "kalau gue orang jahat dan lo bilang gitu ke gue, gue pasti udah bakal culik lo, Da."

"Untungnya lo bukan." Oda menatap mata orang di depannya. Lalu tiba-tiba matanya melebar. "Heterochromia." Bisik Oda pada dirinya sendiri.

Bram menatap Oda takjub, "lo nyadar? Padahal ini gak begitu kelihatan jelas kalau sekilas."

Oda hanya mengangkat bahunya, "gue tipe orang yang merhatiin mata kalau lagi ngobrol sama seseorang." Bram tersenyum takjub.

"Jadi, lo bener-bener sendiri ke Jakarta. Ngapain?" Tanya Bram penasaran.

"Jalan-jalan aja."

"Sendiri? Kalau nyasar? Kenapa gak sama temen-temen lo aja jalan-jalannya?"

Lagi-lagi Oda mengangkat bahunya, "lagi pengen jalan-jalan sendiri aja. Kalau nyasar ya tinggal nanya orang shelter trans jakarta terdekat dimana, atau cari taksi, atau kalau udah panik tinggal telepon temen yang tinggal di Jakarta." Jelas Oda lalu nyengir. "Lo ngapain?" Lanjut Oda balik nanya.

"Lagi pengen jalan-jalan."

"Gue kira lagi pengen ngopi disini."

Bram menatapnya bingung, "kenapa emang?"

"Nggak kenapa-kenapa. Gue pikir lo emang mau ke sini. Habis lo kan orang Jakarta, kedai kopi ini bukan di pinggir jalan besar, cukup tidak terlihat malah. Tapi bisa tiba-tiba kesini, ya?" Jelas Oda.

Kali ini Bram yang mengangkat bahunya, "mungkin kebetulan. Atau jangan-jangan takdir?" Oda hanya membalas kata-kata Bram dengan tawa.

"Jadi, abis ini lo mau kemana?" Lanjutnya.

"Gak tau nih bingung. Tapi belum pengen pulang. Pengen ke kota tua, sih. Cuma kayaknya gak asik kalau sendiri, lagian udah sore pasti udah pada tutup. Mungkin abis ini ke Matraman terus pulang." Jawab Oda.

"Kan bisa jalan-jalan di luarnya aja. Emang belum pernah ke kota tua?"

"Udah pernah. Cuma belum pernah masuk ke bangunan-bangunnya. Pengen lihat."

"Kenapa? Penasaran?" Tanya Bram, penasaran.

"Gue suka bangunan-bangunan jaman dulu. Eropa lebih tepatnya. Dinding kokoh, tangga lebar, jendela tinggi, pintu besar. Pengen lihat langsung karena biasanya cuma lihat gambarnya aja. Dan tempat paling deket buat lihat langsung, ya di Jakarta." Jelas Oda.

Bram tersenyum sambil menatap Oda yang sedang menyesap kopinya. Hal unik lain yang dia temukan dari Oda.

"Gue bisa bawa kita masuk." Kata Bram tiba-tiba sambil berdiri. "Ayo, gue temenin. Gue bakal jadi tour guide lo sampe lo pulang nanti."

Oda menatap Bram yang sudah berdiri, mempertimbangkan.

"Kenapa? Lo takut jalan-jalan sama orang yang baru lo temui?" Tanya Bram sambil menatap Oda. "Tenang aja, ini bukan pertama kalinya kita ketemu, tau."

Oda menatap wajah Bram lebih dalam, mengingat-ingat. Tiba-tiba wajahnya menunjukan ingatan sekitar setahun yang lalu. "Oh iya. Kita pernah ketemu di angkot. Lo naik dari stasiun. Temen-temen lo...."

"Dorong-dorong gue supaya kenalan sama lo." Bram melanjutkan kata-kata Oda. Mereka berdua lalu tertawa bersama.

Ternyata mereka sudah bertemu jauh lebih lama dari yang Bram pikirkan selama ini.